Pamer Zaman Sekarang
*MUDAHNYA PAMER DI ZAMAN SEKARANG*
Pola hidup suka pamer tentu tidak diperkenankan oleh agama Islam. Zaman ini sangat mudah pamer dengan adanya sosial media, bahkan sebagian orang *berlomba-lomba memamerkan apa yang mereka punya*.
Perhatikan perkataan salaf berikut, Dari ‘Amru bin Qais, ia berkata:
*َูุงُููุง َْููุฑََُููู ุฃَْู ُูุนْุทِู ุงูุฑَّุฌُُู ุตَุจَُِّูู ุดَْูุฆًุง َُููุฎْุฑِุฌُُู ، ََููุฑَุงُู ุงْูู ِุณُِْููู ََููุจِْูู ุนََูู ุฃَِِْููู ، ََููุฑَุงُู ุงَْููุชِูู ُ ََููุจِْูู ุนََูู ุฃَِِْููู*
*“Dahulu mereka (para salaf) membenci jika ada seseorang memberikan sesuatu kepada anaknya, lalu ia membawanya keluar sehingga dilihat orang-orang miskin lalu ia menangis kepada keluarganya, dan dilihat oleh anak yatim lalu ia menangis kepada keluarganya”* (HR. Ibnu Abi Syaibah)
*Suka Pamer menyebabkan sifat yang tidak baik:*
1. Sombong dengan yang dipamer
2. Membuat orang lain yang melihat tidak qana’ah/puas dengan apa yang telah Allah beri rezeki kepada mereka
3. Menimbulkan hasad dan dengki
4. Menyebabkan penyakit ‘ain pada yang dipamer baik berupa anak, benda dan barang-barang lainnya
Terdapat ayat yang menjelaskan agar kita *menyebut nikmat-nikmat Allah.*
Allah berfirman,
*๏ปญَ๏บَ๏ปฃَّ๏บ ๏บِ๏ปจِ๏ปْ๏ปคَ๏บِ ๏บญَ๏บِّ๏ปَ ๏ปَ๏บคَ๏บชِّ๏บْ*
*“Dan terhadap nikmat Rabb-mu, maka hendaklah kamu sebutkan”.* (QS. Adh-Dhuha: 11).
Maksud *“menyebutkan”* di sini yaitu *mengakui dan bersyukur*, Al-Qurthubi berkata,
*ูุงูุงุนุชุฑุงู ุจูุง ุดูุฑ .*
*“Yaitu mengakui dan bersyukur (atas nikmat)*” (Tafsir Al-Qurthubi)
Sebagian orang *berdalil dengan ayat ini bolehnya pamer* dengan dalih *“menyebut nikmat Rabb”*, akan tetapi yang benar adalah *menyebutkan nikmat Allah jika ada mashlahat seperti akan memotivasi orang lain,* adapun terlalu sering bahkan ditambah bumbu kesombongan, maka ini bukanlah maksud ayat tersebut.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menafsirkan ayat di atas :
*ุฃุซู ุนูู ุงููู ุจูุง، ูุฎุตุตูุง ุจุงูุฐูุฑ ุฅู ูุงู ููุงู ู ุตูุญุฉ.*
*“Pujilah Allah atas nikmat tersebut dan khususkan dengan menyebutkannya jika ada kemashlahatan”* (Tafsir As-Sa’diy)
dr. Raehanul Bahrain hafidzahullah
Baarakallahu fiikum
@Sunnahdaily
Komentar
Posting Komentar